Salah satu potensi psikologis manusia yang saat ini mendapat kajian intensif karena
diyakini sebagai salah satu penentu dominant bagi efektif tidaknya kepribadian
seseorang dalam berinteraksi dan mengatasi persoalan hidup sehari-hari adalah
kecerdasan emosi (EQ, Emotional Quotient).
1. Pusat Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Rasional dalam Otak.
Otak manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang pernah
dikenal di alam semesta. Organ ini terdiri dari tiga bagian dasar, masing-masing
dengan struktur saraf tugas-tugas tertentu, yang oleh Dr. Paul McLean (1990)
disebut "otak triune". Ketiga bagian tersebut adalah: batang atau otak reptil, sistem
limbik atau otak mamalia, dan neokorteks (Bobbi DePorter & Mike Hernacki;1999).
Dalam buku Quantum Learning dijelaskan bahwa bagian manusia yang disebut otak
mamalia (sistem limbik) bertanggung jawab atas fungsi-fungsi emosional dan
kognitif serta pengaturan bioritme seseorang, seperti pola tidur, lapar, haus,
tekanan darah, gairah seksual, dan metabolisme dalam tubuh. Dalam mekanisme
yang terjadi pada sistem limbik inilah kecerdasan emotional (EI = Emotional
Intelligence, nama lain dari EQ) seseorang ditentukan.
Joseph LeDoux (1992) seorang ahli saraf di Center for Neural Science di New York
University mengungkapkan bahwa dalam saat-saat yang kritis kecerdasan emosi
akan lebih cepat menentukan keputusan dari pada kecerdasan intelektual. Hal itu
sejalan dengan kajian Dr. Jalaluddin Rakhmat (1999) yang menyimpulkan bahwa
kecerdasan emosi sangat mempengaruhi manusia dalam mengambil keputusan.
Bahkan tidak ada satu pun keputusan yang diambil manusia murni dari pemikiran
rasional kerena seluruh keputusan manusia memiliki warna emosional.
2. Konsep Dasar Kecerdasan Emosi
Istilah "Emotional Intelligence, kecerdasan emosional" - selanjutnya disebut
kecerdasan emosi - pertamakali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter
Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire.
Kecerdasan ini berhubungan dengan kualitas-kualitas psikologis tertentu yang oleh
Salovey dikelompokkan ke dalam lima karakter kemampuan:
(1) Mengenali emosi diri; wilayah ini merupakan dasar kecerdasan emosi.
Penguasaan seseorang akan hal ini akan memiliki kepekaan atas pengambilan
keputusan-keputusan masalah pribadi.
(2) Mengelola emosi; kecerdasan emosi seseorang pada bagian ini ditunjukkan
dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan, atau ketersinggungan sehingga dia dapat bangkit kembali dengan
jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
(3) Memotivasi diri sendiri; kecerdasan ini berhubungan dengan kamampuan
seseorang dalam membangkitkan hasrat, menguasai diri, menahan diri terhadap
kepuasan dan kecemasan. Keberhasilan dalam wilayah ini akan menjadikan
seseorang cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang
mereka kerjakan.
(4) Mengenali emosi orang lain. Berkaitan erat dengan empati, salah satu
kecerdasan emosi yang merupakan "keterampilan bergaul" dasar. Orang yang
empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
(5) Membina hubungan. Seni membina hubungan, menuntut kecerdasan dan
keterampilan seseorang dalam mengelola emosi orang lain. Sangat diperlukan
untuk menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
Source:http://jasmine.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_83.pdf
No comments:
Post a Comment